PENYAKIT HATI. 


Penyakit hati itu sungguh berbahaya. Karena dampaknya
sangatlah buruk.

* Berdosa, terancam siksa di Neraka
* Bisa mendatangkan adzab
* Merugikan dan membuat risih
orang lain        
* Kadang bisa membuat fisik sendiri
juga jadi sakit
* Dan masih banyak lagi
Maka dari itu, pentinglah kita
ketahui apa saja penyakit hati itu, agar kemudian bisa kita cegah. Nah,
setidaknya, ada 9 penyakit hati yang lumayan mengerikan. Berikut ini dia.
1. Takabbur.
Takabbur itu artinya sombong.
Ngerinya sombong ini, dia bisa jadi kita
sadari atau tidak. Sudah begitu, nyata-nyata meresahkan orang lain.
Misalnya, tatkala ada seseorang yang
hendak menasehati kita, tapi kita malah menolaknya. Kita manganggap diri
kita sudah benar, hebat, dan pintar; tidak ada yang salah sama sekali. Jadi
tidak perlu mendengarkan apa-apa masukan dari orang lain. Karena orang lain itu
kebanyakan salah, bodoh, dan tidak berguna. Padahal, bisa jadi itu hanya
anggapan saja, bukan realita.
Sombong prakteknya bisa
bermacam-macam. Namun intinya sombong itu adalah merendahkan orang lain dan
menolak kebenaran.
Beberapa contoh orang-orang sombong
yang dimusnahkan oleh Allah diantaranya adalah: Firaun, Raja Namrud, Qarun, dan
lain-lain.
Allah SWT berfirman :
وَلَا
تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ
الْجِبَالَ طُولًا
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini
dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung
.
(QS Al Isra : 37)
Allah SWT pun berfirman (yang
artinya): 
تِلْكَ
الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ
وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
Itulah kampung akhirat yang Kami
jadikan bagi orang-orang yang tidak menghendaki kesombongan di muka bumi dan
tidak pula membuat kerusakan. Akibat kebaikan itu adalah bagi kaum yang
bertakwa. (QS al-Qashash [28] : 83)
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
akan masuk Surga orang yang di dalam kalbunya ada sikap sombong meski sebesar
biji sawi.”
Bagi mereka yang mengidap penyakit
sombong, sebenarnya cara agar sembuhnya agak mudah. Yaitu, cukup ‘buka mata’
saja untuk melihat fakta. Karena kerapnya orang yang sombong itu adalah mereka
yang tak melihat fakta bahwa sejatinya dirinya tidak seperti yang ia khayalkan.
2. Riya’.
Orang yang riya ’ itu dia
memperlihatkan suatu amal sholeh kepada sesama manusia. Misalnya:
           
* Ada seseorang yang dia itu
sholatnya jadi diperbagus dan diperpanjang hanya bila dilihat oleh orang
lain. Supaya orang lain melihatnya. Kalau orang lain sedang tidak ada,
maka sholatnya asal-asalan.
* Merekayasa penampilan dan tampang
yang seolah islami, supaya orang lain menganggap dirinya alim.
* Tiba-tiba mendadak jadi melakukan
amal sholeh setelah dia telah melakukan hal yang buruk, namun tujuannya supaya
citra dirinya jadi bagus di pandangan orang lain. Bukan karena
semata-mata untuk mendekatkan diri pada Allah.
Pengertian Riya Menurut Istilah
adalah melakukan ibadah, dengan niat ingin nantinya dipuji manusia, dan tidak
berniat beribadah kepada Allah semata.
Menurut Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan
ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.
Menurut Imam Al-Ghazali, riya’
adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka
hal-hal kebaikan.
Riya’ ini bisa muncul kapan saja.
Bisa saat sebelum beramal, ataupun saat sedang beramal.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي
يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ
صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Janganlah kalian menghilangkan
pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si
penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. Al-Baqarah:
264)
فَوَيْلٌ
لِلْمُصَلِّينَ
الَّذِينَ
هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُو
الَّذِينَ
هُمْ يُرَاءُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena
riya.” (QS. Al Maa’uun 4-6)
3. Sum’ah.
Kata “sum’ah” berasal dari kata
“samma’a”, yang artinya secara bahasa adalah “memperdengarkan”.
Sedangkan definisinya secara
istilah, sum’ah adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau
memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau
tersembunyi- kepada manusia lain, agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau
penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Hmm, mungkin sebagian dari Anda ada
yang bingung, terus bedanya apa antara sum’ah ini dengan riya yang sebelumnya?
Dalam kitab Fathul Bari, Imam
Ibnu Hajar Al-Asqalani ada mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang
membedakan antara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang
beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang
menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada
manusia.
Sehingga, menurut beliaiu, semua
riya itu termasuk perbuatan tercela. Sedangkan sum’ah, bisa jadi termasuk amal
terpuji jika ia 
melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh
ridha-Ny
a, dan tercela
jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Qur’an Allah telah
memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah Saw juga memperingatkan
dalam haditsnya, “Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan
sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan
riya.” (HR. Bukhari)
Diperlakukan dengan sum’ah oleh
Allah maksudnya adalah, diumumkan aib-aibnya di akhirat. Sedangkan dibalas
dengan riya, artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala
kepadanya.
Jadi Sum’ah itu beramal agar dipuji
manusia dengan cara membicarakan atau memberi tahu amal sholehnya kepada orang
lain, seperti menulis di media sosial : Alhamdulillah tadi malem habis sholat
tahajud, Alhamdulillah bisa puasa sunnah hari senin, Alhamdulillah habis baca
Qur’an satu Juz, dll sedangkan Riya yaitu beramal agar mendapat pujian dari
manusia dengan cara memberitahu atau memperlihatkan suatu amal sholeh kepada
sesama manusia. Seperti : Ada seseorang yang dia itu sholatnya jadi
diperbagus dan diperpanjang hanya bila dilihat oleh orang lain, atau
memasang foto di media social saat sedang beribadah, seperti memfoto lagi baca
Al Qur’an, sholat, ibadah lainnya.
4. Ujub.
Ujub adalah sikap mengagumi
diri sendiri, karena merasa lebih dari yang lain. Berbangga diri gitu.
Mungkin agak mirip dengan takabbur.
Namun kalau ujub, belum tentu sambil berkeyakinan menolak kebenaran.
Kalau menurut Imam Al-Ghazali,
“Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa
memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh.”
Meski tentu tidak selalu, namun bisa
jadi seseorang itu menjadi ujub karena dipicu oleh:
* Mendapatkan banyak pujian-pujian
dari orang lain
* Banyak berhasil beberapa kali
* Memiliki wewenang besar dan
langka, yang bila dimanfaatkan akan sangat memudahkan yang biasanya sulit
* Terkenal
* Memiliki banyak pengetahuan
* Fisik dan penampilan yang baik dan
menarik
* Dan lain-lain.
Yang pasti, ujub itu terjadi
bila telah berhenti dari berdzikir kepada Allah.
“Bagi Allah semua kerajaan langit
dan bumi dan apa yang ada di antaranya.” (QS. Al Maidah: 120)
Rasulullah Saw bersabda, “Tiga
hal yang membinasakan: Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar,
dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR. Thabrani)
5. Hasad.
Hasad adalah merasa iri dengki
pada kenikmatan dan kelebihan orang lain, disertai harapan agar semua itu
hilang dari orang lain itu. Baik disertai harapan agar berpindah kepada
dirinya, atau pokoknya asal lenyap saja.
Hasad hukumnya haram, baik
dalam hal duniawi atau hal agama.  Apalagi kalau hasad itu disertai
tindakan, perbuatan, atau ucapan, langsung atau tidak langsung, agar
kenikmatan/kelebihan itu hilang dari pemiliknya.
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa
Rasulullah Saw pernah bersabda: “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling
menipu, jangan saling menjauhi, dan jangan sebagian kalian membeli di atas
pembelian yang lain.  Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang
bersaudara.  Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak
boleh menzaliminya, enggan membelanya, membohonginya dan menghinanya. 
Takwa itu di sini – Rasul menunjuk dada beliau tiga kali. Keburukan paling
keterlaluan seseorang adalah ia menghina saudaranya yang Muslim.  Setiap
Muslim atas Muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya.” (HR Muslim dan Ahmad)
6. Taqtir.
Taqtir itu artinya terlalu pelit.
Tidak mau mengeluarkan harta, padahal wajib.
Imam Ibnu Jauzi dalam
kitabnya at-thibbu ar-ruhi mendefinisikan kikir sebagai sifat enggan
menunaikan kewajiban, baik harta benda ajau jasa.
Kikir ini termasuk penyakit hati
yang sangat membahayakan. Apalagi kalau semakin banyak orang yang
seperti ini, bisa-bisa semasyarakat akan hancur. Lantaran, tiap orang memang
punya hak dari orang lain. Kalau itu ditahan, maka kebutuhan orang akan
macet. Namun tentu alasan utamanya adalah karena bila kewajiban ditahan, maka
Allah akan murka, sehingga sulit bahkan bisa saja mustahil mendapat berkah.
Rasulullah Saw bersabda:
“Seburuk-buruk sifat yang ada pada seseorang adalah sifat pelit yang sangat
pelit dan sifat pengecut yang sangat pengecut.” (HR. Ahmad)
Maka, apabila kita termasuk orang
yang seperti itu, hendaknya kita 
menghilangkan penyakit hati tersebut dengan cara merenungkan bagaimana
kondisi kita di Akhirat kelak bila sifat kikir itu dipelihara terus-terusan.
Malah bisa jadi 
balasan buruknya bukan sekadar didapat di Akhirat, di
Dunia pun
 bisa jadi
dapat juga.
وَلا
يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ
خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang
yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu
adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di
lehernya pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di
langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali
‘Imran: 180)
وَأَمَّا
مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى
وَكَذَّبَ
بِالْحُسْنَى
فَسَنُيَسِّرُهُ
لِلْعُسْرَى
“Dan adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak
Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar” (QS. Al Lail: 8-10)
7. Panjang angan-angan.
Orang yang terlalu panjang
angan-angan pun berbahaya. Karena dia mengerahkan segenap tenaganya,
waktunya, dan uangnya untuk mengejar keinginan-keinginannya; sembari melalaikan
kewajibannya dan malah tak peduli hal-hal yang diharamkan.
Orang seperti itu, seolah-olah atau
memang menganggap dirinya tak akan mati, atau matinya masih lama. Sehingga, dia
tidak mempersiapkan bekal untuk menghadapi hari Akhir.
“Orang berakal adalah yang tidak
panjang angan-angannya. Karena, siapa saja yang kuat angan-angannya, maka
amalnya lemah. Siapa saja yang dijemput ajalnya, maka angan-angannya pun tidak
ada gunanya. Orang berakal tidak akan meninggal tanpa bekal; berdebat tanpa
hujah dan berbenturan tanpa kekuatan. Dengan akal, jiwa akan hidup; hati akan
terang; urusan akan berjalan dan dunia akan berjalan.” (Ibn Hayyan
al-Basti, Raudhatu al-‘Uqala’ wa Nuzhatu al-Fudhala’)
8. Dusta (Berbohong).
Adapun Al-Kadzib (kebohongan), maka
perbuatan ini akan mengantarkan pada kejahatan, yaitu berpalingnya dari sifat
istiqamah. Ada juga yang mengatakan bahwa kebohongan adalah kemaksiatan yang
paling cepat menyebar. Tentang tercelanya membicarakan segala sesuatu yang ia
dengar,
Rasulullah bersabda, “Cukuplah
seseorang dianggap pendusta jika ia selalu membicarakan segala sesuatu yang ia
dengar”. (HR. Muslim 1/10)
Abdullah bin  ‘Amr 
berkata,  “Rasulullah  pernah datang ke rumah kami, waktu itu aku
masih kecil, akupun keluar utk bermain. Ibuku kemudian memanggil, “Ya Abdullah
kemari, nanti akan ibu beri sesuatu”. Maka Rasulullah  bertanya: “Apa yang
akan kamu berikan?” Dia mejawab, “Saya akan memberi kurma”. Rasulullah
 kemudian bersabda, “Seandainya engkau tak melakukan (apa yang engkau
katakan), berarti telah dicatat atasmu satu kedustaan.” (HR. Abu Daud no. 4991)
Nabi  bersabda, “Seseorang yang
senantiasa dan terbiasa dengan dusta akan dicatat di sisi Allah ta’ala sebagai
pendusta.” (HR. Bukhari 10/423, Muslim no. 2606).
Faktor pendorong berbuat dusta :
Motif yang mendorong orang-orang
yang memiliki jiwa nista untuk melakukan kedustaan cukup banyak, diantaranya
adalah :
1. Sedikitnya rasa takut kepada
Allah Ta’ala dan tidak adanya perasaan bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi
setiap gerak-geriknya, baik yang kecil maupun yang besar.
2. Upaya mengaburkan fakta, baik
bertujuan utk mendapatkan keuntungan atau mengurangi takaran, dengan maksud
menyombongkan diri atau utk memperoleh keuntungan dunia, ataupun karena
motif-motif lainnya. Misalnya saja: orang yang berdusta tentang harga beli
tanah atau mobil, atau menyamarkan data-data yang tidak akurat tentang wanita
yang akan dipinang yang dilakukan pihak keluarganya.
3. Mencari perhatian dgn membawakan
cerita-cerita fiktif dan perkara-perkara yang dusta.
4.Tidak adanya rasa tanggung jawab
dan berusaha lari dari kenyataan, baik dalam kondisi sulit ataupun kondisi
lainnya.
5.Terbiasa melakukan dusta sejak
kecil. Ini  merupakan hasil pendidikan yang buruk. Karena, sejak tumbuh
kuku-kukunya (sejak kecil), sang anak biasa melihat ayah dan ibundanya
berdusta, sehingga ia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial semacam
itu.
6. Merasa bangga dengan berdusta, ia
beranggapan bahwa kedustaan menandakan kepiawaian, tingginya daya nalar, dan
perilaku yang baik.
9. Su’uzhon (Berburuk Sangka).
Su’udzon yaitu perkiraan atau
lintasan yang berbuah menjadi penyifatan terhadap orang lain dengan segala
keburukan yang menimbulkan kedukaan pada orang itu tanpa disertai dengan bukti
dan alasan. Dampak su’udzon diantaranya yaitu berkubang dalam berbagai
kemaksiatan dan keburukan dengan dalih bahwa Allah swt tidak melihat dan tidak
mengetahuinya.
Firman Allah swt,
وَذَلِكُمْ
ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Dan yang demikian itu adalah
prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan
kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Fushshilat:
23)
Atau dia berdalih bahwa dirinya
tidak akan dibangkitkan dan tidak mengakui adanya hisab.
Allah swt berfirman,
وَلَئِنْ
أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا
لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي
عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ
“Dan
jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa
kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin
bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku
maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”. Maka Kami
benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka
kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.
” (QS Fushshilat: 50)
Dampak buruk lainnya dari su’udzon
yaitu menyepelekan suatu amal dari aneka amal kebajikan yang sudah dikenal,
seperti amal menjenguk orang sakit, melayat jenazah, menjawab salam, memenuhi
undangan, memberi nasihat, mendoakan orang yang bersin, menghormati tetangga
dan amal-amal lainnya. Orang yang berburuk sangka melakukan amal-amal kebajikan
seperti menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, bersedekah, mendamaikan
kedua pihak yang bermusuhan dan amal-amal lainnya karena riya’ dan menginginkan
suatu keuntungan.
Islam mengharamkan berburuk sangka
kepada Allah swt, Rasulullah saw dan kaum mukminin yang dikenal berperilaku
shaleh, berakhlak istiqamah dan hidup dengan bersih.
Allah swt berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
” (QS al-Hujurat: 12)
Rasulullah saw bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kamu mati melainkan dalam keadaan
berbaik sangka kepada Allah Ta’ala.” (HR Muslim)
Faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang melakukan su’udzon, diantaranya karena pengaruh lingkungan yang
masyarakatnya berakhlak buruk.Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya
perumpamaan berteman dengan orang yang baik dan dengan orang yang buruk adalah
seperti berteman dengan penjual parfum dan peniup api pada pandai besi. Jika
kamu berteman dengan penjual parfum, maka boleh jadi kamu diolesi parfum atau
minimal mendapatkan bau harum darinya. Adapun jika kamu berteman dengan peniup
api, maka boleh jadi bajumu terbakar atau kamu mendapatkan bau yang tidak
sedap.” (HR Bukhari dan Muslim)
Faktor lainnya yang menyebabkan
seseorang bersu’udzon karena melakukan aneka kemaksiatan dan perbuatan buruk
lainnya yang dilakukan secara terang-terangan. Rasulullah saw bersabda,
“Seluruh dosa umatku dimaafkan kecuali dosa yang dilakukan secara
terang-terangan. Termasuk terang-terangan ialah bila seseorang berbuat dosa
pada malam hari, kemudian pada pagi harinya Allah menutupinya. Dia berkata
kepada orang lain, ‘Hai Fulan, semalam aku melakukan perbuatan ini dan
itu.'” (HR Bukhari dan Muslim)
Berburuk sangka akan berakibat
buruk, diantaranya terjerumus ke dalam aneka kemaksiatan dan keburukan. Akibat
lainnya yaitu tidak beramal kebajikan dan tidak mengamalkan ketaatan. Menjadi
sasaran kebencian kebanyakan manusia. Seseorang yang diketahui telah berburuk
sangka dan ternyata sangkaannya itu hanya sekedar tuduhan yang tidak
berdasarkan bukti dan argumentasi yang kuat, maka orang yang telah berburuk
sangka tersebut akan dijauhi dan dibenci oleh orang lain. Ini merupakan
sunatullah yang berlaku pada makhluk-Nya. Seseorang yang berburuk akan menerima
kemurkaan Allah swt.
Firman Allah swt,
وَمَنْ
يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى
 ” … Dan barangsiapa yang ditimpa oleh
kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah dia.” (QS Thaha: 81)
Penyakit berburuk sangka dapat
diobati dengan membangun akidah yang sehat dan berdiri di atas landasan berbaik
sangka kepada Allah, Rasulullah dan kaum mukmin yang sholih. Sikap berbaik
sangka tersebut akan melindungi diri kita dari sikap berburuk sangka. Jika kita
telah terlanjur berburuk sangka, segeralah bertobat. Meninggalkan segala macam
bentuk kemaksiatan dan melakukan berbagai amal kebajikan secara terus menerus.
Mendewasakan diri dengan berpegang teguh terhadap etika Islam dalam memutuskan
persoalan dan menghukumi seseorang. Diantara etika Islam tersebut adalah
berpegang teguh pada aspek lahiriah dan menyerahkan urusan batiniahnya kepada
Allah swt.
Itulah beberapa penyakit hati yang
harus kita ketahui, agar kita bis menjauhinya untuk memiliki hati yang bersih
dan selamat (Qolbun Salim) dari segala macam penyakitnya.
Referensi dari berbagai sumber.
Website
http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa’aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa’aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : 
https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau 
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi
atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
Penulis
: Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus, S.Kom.
محمد
سلفى بن أبو نوار العيدروس

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *