Kumpulan nasehat Syeikh Dzun Nun Al Mishri
rhm.
Nasihat Dzun Nun Al Mishri kepada Yusuf
AlHusayn
Siapakah
orang yang harus aku jadikan teman duduk?
Hendaklah
engkau bergaul dengan orang yang dengan melihatnya saja mengingatkanmu kepada
Allah, kemuliaannya berkesan dalam batinmu, perkataannya menambah ilmumu, dan
perbuatannya menjadikanmu zuhud di dunia. Ia tidak berbuat maksiat kepada Allah
selama engkau berada di dekatnya. Ia mengajarimu dengan lisan dan perbuatannya,
dan tidak dengan lisan perkataannya. Ia meninggalkan apa yang menunjukkanmu
padanya, yakni bahwa ia tidak memiliki keutamaan dengannya ia mengajarimu,
kerena seseorang kadang-kadang mengerjakan perbuatan baik yang dituntut
keadaannya. Ia menunjukimu dengan ucapannya pada perbuatan baik yang dituntut
kepadamu, tetapi pada waktu yang sama tidak dituntut keadaannya. Dengan
perkataannya, ia maksudkan lisan perbuatannya, yakni perbuatan-perbuatannya
yang lurus atau adil. Inilah makna firman Allah Swt: Mengapa kamu suruh
orang lain melakukan kebajikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal
kamu kembaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS Al
Baqarah 2: 44) 
Dzun-Nun
berkata:
Orang
berakal bukanlah orang yang pintar dalam urusan dunianya, tetapi bodoh dalam
urusan akhiratnya, bukan orang yang jelek pekerti ketika harus bermurah hati,
dan juga bukan orang yang bersikap sombong ketika harus merendahkan diri.
Janganlah menjadi orang yang marah pada kebenaran jika dikatakan kebenaran itu
kepadanya. Janganlah menjadi orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang
disukai orang berakal. Janganlah menjadi orang yang menyedikitkan apa yang
banyak dari Penciptanya dan memperbanyak yang sedikit dari apa yang
disyukurinya. Janganlah menjadi orang yang menuntut keadilan dari orang lain
untuk dirinya, tetapi ia sendiri tidak berlaku adil kepada orang lain.
Janganlah menjadi orang yang melupakan Allah ketika harus menaati-Nya, tetapi
mengingat Allah ketika berhajat kepada-Nya. Janganlah menjadi orang yang
menumpuk ilmu sehingga terkenal, tetapi kemudian dipengaruhi hawa nafsunya
ketika mempelajarinya. Janganlah menjadi orang yang sedikit rasa malunya kepada
Allah atas keindahan hijab-Nya. Janganlah menjadi orang yang lalai bersyukur atas
penampakan nikmat-Nya. Janganlah menjadi orang yang lemah dari berjihad melawan
musuhnya demi keselamatannya ketika musuhnya memaksakan peperangan kepadanya.
Janganlah menjadi orang yang menjadikan harga dirinya sebagai pakaiannya,
tetapi tidak menjadikan adab, wara’, dan ketakwaan sebagai pakaiannya.
Janganlah menjadi orang yang menjadikan ilmu dan pengetahuannya sebagai
perhiasan dalam majelisnya.
Mohon
ampunlah kepada Allah jika engkau terlalu banyak bicara. Jika engkau tidak
menghentikannya, maka pembicaraan tidak akan terputus.
Janganlah
engkau keluar dari tiga hal, yakni pandangan pada agamamu dengan keimananmu,
berbekal dengan duniamu untuk akhiratmu, dan permohonan tolong kepada Tuhanmu
di dalam apa yang diperintahkan-Nya kepadamu dan yang dilarang-Nya atas dirimu.
Barangsiapa
memandang dan melihat-lihat aib orang lain, maka ia buta pada aib dirinya
sendiri. Barangsiapa memperhatikan Firdaus dan neraka, maka dia dilalaikan dari
omongan orang. Barangsiapa lari dari manusia, maka ia terhindar dari kejahatan
mereka. Barangsiapa mensyukuri nikmat, maka nikmat bertambah baginya.
Nasihat
Dzun-Nun kepada Ibrahim Al-Akhmimi.
Wahai
Ibrahim, jagalah dariku lima hal. Jika engkau menjaganya, maka engkau tidak
akan peduli kepada apa yang terjadi sesudahnya.
Rangkullah
kefakiran, bersifatlah dengan kesabaran, lawanlah keinginan (syahwat), ingkari
hawa nafsu, dan takutlah kepada Allah dalam segala urusanmu. Hal itu akan
mewariskan kepadamu rasa syukur, kerelaan, ketakutan, pengharapan, dan
kesabaran. Yang lima ini akan mewariskan kepadamu lima hal, yakni: ilmu, amal,
menunaikan yang fardhu, menjauhi yang haram, dan menepati janji. Engkau tidak
akan sampai pada yang lima ini kecuali dengan lima hal, yakni: ilmu yang
berlimpah, makrifat yang pasti, hikmah yang berpengaruh, akal yang menembus,
dan jiwa yang takut.
Celakalah
semua, celaka orang yang diuji dengan, yakni: barang haram, kemaksiatan,
menghias diri untuk apa yang dimurkai Allah, menghina manusia dengan apa yang
ada pada dirinya. Keburukan yang paling paling jelek adalah: pegangan pada yang
jelek, perbuatan yang jahat, membebani punggung dengan dosa, memata-matai
manusia dengan apa yang tidak disukai Allah, dan menampakkan kepada Allah apa
yang dibenci-Nya.
Kebahagiaan
diperuntukkan bagi orang yang mengikhlaskan, yakni: yang mengikhlaskan ilmu dan
amalnya, yang mengikhlaskan cinta dan marahnya, yang mengikhlaskan bicara dan
diamnya, dan yang mengikhlaskan perkataan dan perbuatannya 
Ketahuilah
wahai Ibrahim, bahwa sisi halal itu ada lima, yaitu: perniagaan dengan jujur,
bekerja dengan ketulusan, perburuan di darat dan di laut, pewarisan barang yang
diperoleh secara halal, dan hadiah dari tempat yang engkau relakan. Setiap
kesenangan dunia ada kelebihan, kecuali lima hal: roti yang mengenyangkanmu,
air yang memuaskanmu, pakaian yang menutupi tubuhmu, rumah yang meneduhimu, dan
ilmu yang kau amalkan. Engkau memerlukan juga lima hal, yaitu: keikhlasan, niat
baik, taufik, kesesuaian dengan kebenaran, dan makanan dan minuman yang baik.
Hal
yang mengandung ketenangan, yaitu: meninggalkan teman yang jahat, kezuhudan di
dunia, meninggalkan penghinaan pada hamba-hamba Allah, bahkan engkau tidak
menghinakan orang yang berbuat maksiat kepada Allah. Ketika itu, gugurlah
darimu lima hal, yaitu: perbantahan, perdebatan, riya’, berhias, dan mencintai
kedudukan.
Terdapat
lima yang di dalamnya menggabungkan tujuan, yaitu: memutuskan hubungan dengan
selain Allah, meninggalkan kelezatan yang mendatangkan hisab, tidak sabar dalam
menghadapi sahabat dan musuh, ketenangan, dan meninggalkan penumpukan harta.
Lima hal, wahai Ibrahim, yang diharapkan seorang berilmu (‘alim), yaitu
kenikmatan yang hilang, bencana yang datang, kematian yang membinasakan, fitnah
yang mematikan, atau ketergelinciran kaki setelah tegaknya. Cukuplah bagimu
wahai Ibrahim, engkau mengamalkan apa yang engkau telah ketahui.
Wasiat
Dzun-Nun Al-Mishri kepada Kaum Muda.
Wahai
pemuda, ambillah senjata celaan bagi dirimu, dan gabungkanlah dengan menolak
kezaliman, maka di Hari Kemudian engkau akan memakai jubah keselamatan.
Tahanlah dirimu dalam taman ketenteraman, rasakan pedihnya fardhu-fardhu
keimanan, maka engkau akan memperoleh kenikmatan surga. Teguklah cawan
kesabaran dan persiapkan ia untuk kefakiran hingga engkau menjadi orang yang
sempurna urusannya.
“Diri
mana yang mampu melakukan ini?”
Dzun-Nun
menjawab, “Diri yang bersabar atas lapar, yang teringat pada jubah kezaliman,
diri yang membeli akhirat dengan dunia tanpa syarat dan tanpa kecuali, dan diri
yang berperisaikan kerisauan, yang menggiring kegelapan pada kejelasan. Apa
pedulimu dengan diri yang menempuh lembah kegelapan, meninggalkan kegelapan
lalu memiliki, memandang akhirat, melihat kefanaan, melalaikan dosa, merasa
cukup dengan makanan sedikit, menundukkan pasukan nafsu, dan bersinar dalam kegelapan.
Ia bercadarkan kudung berhias, dan menuju kemuliaan dalam kegelapan. Ia
menginggalkan penghidupan. Inilah diri yang berkhidmat, yang mengetahui hari
yang akan datang. Semua itu dengan taufik Allah yang Mahahidup dan Maha Berdiri
Sendiri.” 
Wasiat
Dzun-Nun kepada Saudaranya.
Kepada
saudaranya, Al-Kifla, Dzun-Nun berkata, “Wahai Saudaraku, jadilah engkau orang
yang selalu disifati dengan kebaikan dan jangan menjadi orang yang hanya bisa
menerangkan kebaikan-kebaikan saja.” 
Sepuluh nasehat dan ilmu dari Asy Syeikh
Fudhail bin Iyadh rhm.
1. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang
tersesat.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
 “Ikutilah jalan hidayah dan sedikitnya orang
yang menitinya tidaklah membahayakanmu. Hati-hatilah dengan jalan-jalan
kesesatan dan jangan terkecoh dengan banyaknya orang yang binasa di dalam
kesesatan”. (Al-I’tisham, 1:60, Asy-Syathibi)
2.
Carilah Kawan Sejati.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
“Jika
engkau ingin mencari kawan sejati maka lakukan hal yang membuat dia
tersinggung. Jika engkau lihat orang tersebut bersikap sebagaimana mestinya
maka jadikanlah dia sebagai kawan dekat. Namun kiat di atas tidak berlaku lagi
di zaman ini. Kiat diatas mengandung risiko. Zaman sekarang, jika engkau
melakukan hal yang membuat dia tersinggung, dia langsung berubah menjadi musuh
seketika itu juga. Penyebab perubahan ini adalah orientasi hidup; orientasi
hidup para ulama salaf adalah akhirat semata. Oleh karena itu, niat mereka di
dalam bersaudara dan berinteraksi adalah niat yang tulus, sehingga perkawanan
itu bernilai agama (akhirat) bukan dunia. Berbeda dengan kondisi sekarang, hati
demikian dikuasai oleh cinta dunia”. (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 4:296, Ibnu
Muflih Al-Hanbali)
3.
Berdoalah untuk kebaikan penguasa.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
“Jika
aku punya doa mustajab maka doa tersebut akan kupakai untuk mendoakan
penguasa.” “Mengapa demikian wahai Abu Ali?” demikian tanggapan sebagian orang.
Jawaban Al-Fudhail, “Jika doa mustajab tersebut kupakai untuk diriku sendiri,
aku tidak akan mendapatkan balasan. Namun, jika kupakai untuk mendoakan
penguasa maka baiknya penguasa akan berdampak kebaikan bagi rakyat dan negeri”.
(Hilyah Al-Auliya’, 8:91, Abu Nu’aim Al-Ashfahani)
4.
Janganlah beramal karena manusia.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
 “Meninggalkan amalan shalih karena manusia
adalah riya’, Sementara itu, beramal shalih karena manusia adalah kesyirikan.
Adapun ikhlas adalah jika terbebas dari kedua hal tersebut.” (Al-Adzkar
An-Nawaiyyah, hlm. 7)
5,
Yang paling ikhlas dan paling benar.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah  mengomentari firman
Allah Ta’ala,
لِيَبْلُوَكُمْ
أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Untuk
menguji kalian siapakah diantara kalian yang paling baik dalan beramal.” (QS.
Al-Mulk : 2)
Beliau
berkata, “Yaitu amalan yang paling ikhlas dan paling benar”.
Ada
yang bertanya, “Wahai Abu Ali apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling
benar?”
Al-Fudhail
menjawab, “Jika amalan itu ikhlas namun tidak benar maka tidak diterima. Jika
benar namun tidak ikhlas maka juga tidak diterima. Amalan yang diterima adalah
yang menggabungkan antara ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal karena Allah
dan benar adalah sesuai sunnah”. (Majmu’ Fatawa, 3:124)
6.
Tanda rendah hati.
Dari
Ibrahim, “Aku bertanya kepada Al-Fudhail mengenai apa itu tawadhu’. Jawaban
beliau :
 “‘Engkau tunduk dan patuh kepada kebenaran.
Jika ada sebuah kebenaran yang engkau dengar dari anak kecil maka engkau
menerimanya. Bahkan sebuah kebenaran yang engkau terima dari orang bodoh pun,
engkau menerimanya.’ Sementara itu, ketika kutanya mengenai sabar dalam
menghadapi musibah, jawaban beliau, ‘Dengan tidak menceritakannya.’” (Hilyatul
Auliya’, 8:91)
7.
Iman yang sempurna.
Al-Faidh
bin Ishaq berkata bahwa beliau mendengar Fudhail bin ‘Iyadh berkata :
 “Seorang hamba tidak akan menggapai hakikat
iman kecuali setelah menganggap musibah sebagai nikmat, nikmat sebagai musibah,
tidak peduli dengan dunia yang dinikmati dan sama sekali tidak ingin
mendapatkan pujian karena ibadah kepada Allah Ta’ala yang ia kerjakan.”
(Hilyatul Auliya’, 8:94)
8.
Harta halal yang sedikit tapi penuh berkah.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
 “Tidak ada hiasan yang lebih baik daripada
jujur dan berburu harta yang halal.” Ali putra Al Fudhail berkata, “Wahai
ayahku berburu harta yang halal itu sulit.” (Al-Fudhail menasihati), “Wahai
anakku, harta halal yang sedikit tapi di sisi Allah itu banyak.” (Siyar A’lam
An-Nubala’, 8:426)
9.
Janganlah menyakiti anjing.
Sebagaimana
penuturan Al-Faidh bin Ishaq, Al-Fudhail berkata,
 “Demi Allah, engkau tidak boleh menyakiti
anjing atau pun babi tanpa alasan! Lantas, bagaimana lagi jika menyakiti
seorang muslim!” (Siyar A’lam An-Nubala’, 8:427)
10.
Ciri orang yang bertakwa.
Asy
Syeikh Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :
 “Seseorang itu tidak akan menjadi orang yang
benar-benar bertakwa kecuali manakala musuhnya pun merasa aman dari
kezalimannya.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 8:427)
(Referensi
dari berbagai sumber)
Website : http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram : @shulfialaydrus
Instagram Majelis Nuurus Sa’aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi
Telegram : @habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus Sa’aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook : 
https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook : Majelis Nuurus Sa’aadah atau 
https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi atau infak atau sedekah.
Bank BRI Cab. JKT Joglo.
Atas Nama : Muhamad Shulfi.
No.Rek : 0396-01-011361-50-5.
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al
‘Aydrus, S.Kom.
محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *