Shalat Isyroq.
Shalat Isyraq adalah sholat yang dikerjakan
pada saat matahari sudah setinggi satu tombak. shalat israq merupakan bagian
dari sholat Dhuha, perbedaannya adalah dari waktu pelaksanannya. shalat isyraq
dilaksanakan pada saat sesudah matahari terbit dan meninggi satu tombak, yaitu
-sekitar 15 sampai 20 menit sesudah terbit- sampai matahari mendekati
dipertengahan. Yang dimaksud dengan mendekati pertengahan yaitu sekitar 10
menit sebelum di pertengahan. Setelah waktu pertengahan maka dimulailah waktu
untuk sholat Dhuha, yaitu pada saat matahari sudah sangat panas sampai
memanaskan tanah dan pasir sehingga panasnya itu dirasakan oleh kaki anak-anak
onta, ini sering disebut waktu ketika anak onta sudah kepanasan.
Keutamaan dari sholat ini adalah mendapatkan
pahala haji dan umrah dengan sempurna. seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah
S.A.W dalam hadist Al-Tirmidzi:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ
قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Siapa yang shalat Shubuh dengan
berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari terbit, kemudian
shalat dua rakaat,maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan
umrah, sempurna sempurna sempurna.” (HR. Al Tirmidzi)
Maksud dari berdzikir kepada Allah hadist
ini, merujuk pada orang yang berdzikir kepada Allah di mesjid tempat orang itu
sholat sampai matahari terbit atau sampai masuk waktu shalat isyraq, dan tidak
berbicara apapun kecuali berdzikir dan jika orang tersebut wudhunya batal maka
diperbolehkan untuk berwudhu keluar mesjid dan setelah itu langsung masuk
kembali ke mesjid. Berdzikir disini mempunyai arti yang umum, dzikir disini
bisa berarti membaca Al Qur’an, membaca zikir di waktu pagi, maupun zikir-zikir
lain yang disyariatkan.
Kata “Isyraq” memiliki arti terbit. Dari kata
ini dapat diambil kesimpulan bahwa shalat Isyraq adalah shalat yang dilakukan
saat terbitnya matahari. Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
 إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ
وَالْإِشْرَاقِ
“Sungguh kami telah menundukkan gunung-gunung
untuk bertasbih bersama dia (Nabi Daud) pada waktu petang dan pagi.” (QS. Shad:
18)
Istilah shalat Isyraq yang dilaksanakan
setelah terbitnya matahari mungkin lebih asing di telinga kita jika
dibandingkan dengan shalat Dhuha yang juga dilaksanakan di waktu yang sama.
Namun yang menjadi pertanyaan, adakah perbedaan di antara keduanya? Atau kedua
shalat tersebut hanyalah perbedaan istilah saja?
Ulama yang pertama kali mempopulerkan shalat
setelah terbitnya matahari dengan sebutan shalat  Isyraq adalah Hujjatul Islam Imam Al Ghazali
berdasarkan hadits:
 كان إذا أشرقت وارتفعت قام وصلى ركعتين وإذا انبسطت الشمس
وكانت في ربع النهار من جانب المشرق صلى أربعا
.
“Rasulullah SAW berdiri untuk shalat dua
rakaat ketika matahari terbit dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari
arah timur, yaitu saat seperempat siang, Rasulullah SAW kembali melakukan
shalat empat rakaat” (HR. Tirmudzi)
Permulaan shalat dua rakaat yang dilakukan
oleh Rasulullah
pada saat matahari
terbit pada hadits di atas dijadikan sebagai hujjah kesunnahan shalat Isyraq
ini.
Dalam menstatuskan apakah shalat Isyraq ini
merupakan shalat yang sama dengan shalat Dhuha, para ulama berbeda pendapat.
Menurut Al Ghazali shalat Isyraq berbeda dengan shalat Dhuha, dalam arti shalat
Isyraq adalah kesunnahan tersendiri yang tidak sama dengan kesunnahan shalat
Dhuha. Namun menurut pendapat yang lain seperti Imam Hakim dalam kitab Al
Mustadrak, shalat Isyraq dan shalat Dhuha adalah shalat yang sama berdasarkan
hadits yang menyebutkan bahwa shalat pada waktu Isyraq disebut juga dengan
shalat awwabin, sedangkan shalat awwabin merupakan nama lain dari shalat Dhuha.
(Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawa al-Fiqhiyaah al-Kubra, juz 1 hal.188)
Berpijak pada ulama yang berpandangan bahwa
shalat Isyraq dan shalat Dhuha adalah shalat yang berbeda, maka niat shalat
Isyraq harus dengan lafal yang berbeda dengan shalat Dhuha, yaitu dengan lafal:
 أصلي سنة الإشراق ركعتين مستقبل القبلة لله تعالى
Jumlah rakaat shalat Isyraq hanya terbatas
dua rakaat saja, sesuai dengan hadits riwayat imam turmudzi di atas, sehingga
saat seseorang telah melaksanakan shalat Isyraq dua rakaat, lalu ia menambahkan
dua rakaat lagi dengan niat shalat Isyraq, maka shalat yang ia lakukan dihukumi
tidak sah. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 4, hal. 311).
Waktu pelaksanaan shalat Isyraq ini adalah
mulai terbitnya matahari dengan ketinggian satu tombak, sama dengan awal waktu
shalat Dhuha, dan berakhir saat seperempat siang yaitu saat matahari mulai
menjulang tinggi. Shalat Isyraq ini juga bisa di qadha’ ketika ditinggalkan,
berdasarkan ketentuan bahwa shalat Isyraq adalah Sunnah mustaqillah (kesunnahan
tersendiri).
Pada saat rakaat pertama shalat Isyraq
disunnahkan membaca surat Ad Dhuha, dan pada rakaat kedua disunnahkan membaca
surat Al Insyirah. Lalu ketika selesai melaksanakan shalat membaca doa:
 اللّهُمّ يا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ
فِي رَقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ
نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ، وَيَصْحَبُنِيْ فِي
حَيَاتِي وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظُلّامِ مِشْكَاتِي، وَأسْأَلُكَ
بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ
مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ، وَلَا
يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الْوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التّمَامِ، بَلْ أَدِمْ
لَهَا الِإشْرَاقَ وَالظُّهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ،
وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ الْأَنْبِيَاءِ
وَالمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِّلهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، اَللّهُمَّ اغْفِرْ
لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَانِنَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتاً
أَجْمَعِيْنَ
ALLAHUMMA YAA NUURON NUURI BITh ThOURI WA
KITAABIN MASThUURIN FII ROQQIN MANSyUURIN WAL BAITIL MA’MUURI, AS-ALUKA AN
TARZUQONII NUURON ASTAHDII BIHI ILAIKA WA ADULLU BIHI ‘ALAIKA, WA YAShHABUNII
FII HAYAATII WA BA’DAL INTIQOOLI MIN ZhULLAAMI MISyKATII, WA AS-ALUKA BISy
SyAMSI WA DhUHAAHAA WA NAFSIN WA MAA SAWWAHAA, AN YA’TARIIHAA KUSUUFU QOMARIL
WAAHIDIYYAH ‘INDAT TAMAAMI, BAL ADIM LAHAAL ISyROOQO WAZh ZhAHUURO ‘ALAA
MAMARRIL AYYAAMI WAD DUHUURI, WA ShALLILLAHUMMA ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN
KhOOTAMIL ANBIYAA-I WAL MURSALIINA WAL HAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIINA,
ALLAHUMMAGhFIR LANAA WALIWALIDIINAA WALI IKhWAANINAA FILLAHI AHYAA-AN WAL
AMWAATAN AJMA’IINA.
Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan
wasilah bukit Thur dan Kitab yang ditulis 
pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma’mur, aku
meminta kepadaMu  agar Engkau memberiku
cahaya, yang dengannya aku dapat mencari petunjukMu, dan dengannya aku
menunjukkan tentangMu. Dan yang terus-menerus mengiringiku dalam kehidupanku
dan setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang
(kubur) ku. Dan aku meminta padaMu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di
pagi hari, dan kemulyaan yang wujud pada selain matahari, agar Engkau
menjadikan matahari ma’rifat padaMu (yang ada padaku) bersinar menerangiku,
tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana
pada rembulan kemaha-esaan dikala purnama. Tapi jadikanlah padanya selalu
bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Dan berikanlah
rahmat ta’dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para
nabi dan Rasul. Dan segala Puji hanya milik Allah tuhan penguasa alam. Ya Allah
ampunilah kami, kedua Orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama
seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal”.
Sulthonul Qulub Al Habib Mundzir bin Fuad Al
Musawa rhm. pernah di tanya masalah sholat Isyroq, beliau mengatakan :
Shalat Isyraq dan shalat lainnya yang
teriwayatkan 4 rakaat, maka boleh dengan dua salam atau dengan satu salam dan
satu tasyahhud, namun ulama-ulama Syafi’i melakukannya dengan dua salam.
Mengenai shalat Isyraq tak ada surat yang
khusus yang diwajibkan padanya,
ada ikhtilaf mengenai shalat Dhuha, ada yang
mengatakan bahwa shalat dhuha adalah shalat Isyraq, maka mereka yang berpegang
pada pendapat ini tentunya boleh saja mereka shalat dhuha jam 7 pagi karena
saat itu sudah masuk waktu isyraq.
waktu shalat Isyraq adalah 1 jam + 50 menit
dari adzan subuh, yaitu 110 menit dari adzan subuh, berakhir jika matahari
sudah terbit dengan sempurna.
saya mengambil pendapat ini, yaitu memisahkan
antara Dhuha dan Isyraq, sebagaimana Guru Mulia kita melakukannya demikian.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan
bahwa para ulama berbeda pendapat dalam menstatuskan apakah shalat Dhuha dengan
shalat Isyraq adalah shalat yang sama atau berbeda. Menurut pendapat yang
mengatakan bahwa kedua shalat ini adalah sama maka niat shalat Isyraq juga
harus sama dengan niat shalat Dhuha. Namun ketika berpijak pada ulama yang  mengatakan bahwa kedua shalat ini berbeda,
maka niat shalat Isyraq berbeda dengan sholat Dhuha batas waktu shalat juga
berbeda.
Wallahu a’lam.
(Referensi dari berbagai sumber)
Website :
http://shulfialaydrus.blogspot.co.id/ atau https://shulfialaydrus.wordpress.com/
Instagram :
@shulfialaydrus
Instagram Majelis
Nuurus Sa’aadah : @majlisnuurussaadah
Twitter : @shulfialaydrus dan @shulfi                                         
Telegram :
@habibshulfialaydrus
Telegram Majelis Nuurus
Sa’aadah : @majlisnuurussaadah
Facebook :
https://www.facebook.com/habibshulfialaydrus/
Group Facebook :
Majelis Nuurus Sa’aadah atau https://www.facebook.com/groups/160814570679672/
Donasi atau infak atau
sedekah.        
Bank BRI Cab. JKT
Joglo.
Atas Nama : Muhamad
Shulfi.
No.Rek :
0396-01-011361-50-5.
Penulis : Muhammad Shulfi bin Abunawar Al
‘Aydrus, S.Kom.

محمد سلفى بن أبو نوار العيدروس

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *